Kabupaten Ketapang merupakan kabupaten terluas di Kalimantan Barat, dengan luas wilayah 35.809 km² (± 3.580.900 ha) yang terdiri dari 33.209 km² wilayah daratan dan 2.600 km² wilayah perairan (sebelum pemekaran Kabupaten Kayong Utara). Setelah pemekaran Kabupaten Kayong Utara, maka wilayah Kabupaten Ketapang secara keseluruhan menjadi 31.588 km2 dengan luas daratan 30.099 km2 dan luas perairan 1.489 km2.
Selasa, 24 Maret 2015
Gunting Rambut dan Tinjak Tanah: Ritual Adat Melayu Ketapang Kal-Bar
Gunting Rambut
Upacara gunting rambut adalah merupakan suatu Rangkaian acara yang terdiri dari Gunting Rambut, Tinjak Tanah, Betimbang (bagi turunan bangsawan), Mandi-mandi, dan Makan Nasi Adab. Upacara Gunting rambut ini dilakukan apabila anak bayi telah berumur 40 hari dan paling lama usia 1 (Satu) tahun.
Anak bayi yang akan digunting rambutnya dipersiapkan sebagai berikut:
1. Pemasangan kendit
2. Pemasangan gelang benang (kain kuning)
3. Rambutnya diikat-ikat, setiap ikatan diikatkan manik-manik atau hiasan dan kadang uang logam atau cincin emas.
4. Sebuah talam yang berisi gunting, cincin emas, kelapa cengkir yang sudah dihiasi dan masih berisi airnya sebatang lilin yang menyala, bunga rampai, mata beliung, serta tepung tawar yang sekarang disebut kase beras.
5. Sebuah talam lagi berisi bunga cucok telur.
Upacara Gunting Rambut didahului dengan pembacaan kita Al-Berzanzi. Apabila pembacaan Al-Berzanzi sampai ke pembacaan Qasidah Berzanzi yang biasa disebut Asraqal, di mana semua para tamu berdiri, maka sang bayi dikeluarkan. Bayi keluar pada saat lagu Qasidah sampai pada Ya Habibi.
Sebelumnya didahului dengan menaburkan bunga rampai yang berisi permen atau uang logam yang diperebutkan oleh anak-anak. Penaburan bunga rampai tersebut dimaksudkan sebagai pemberitahuan dimulainya gunting rambut.
Bayi disodorkan kepada orang yang dihormati baik tentang usia, agama dan adat istiadatnya. Orang tersebut mengambil gunting dan dengan membaca doa singkat untuk kebaikan sang bayi, maka ikatan rambut digunting. Setelah menggunting, maka yang bersangkutan diserahkan sebuah bunga cucok telor.
Selanjutnya pengguntingan rambut bayi diserahkan ke beberapa orang berikutnya sesuai dengan jumlah bunga cucok telor yang tersedia dengan hitungan ganjil, yaitu minimal 3 maksimal 7.
Tinjak Tanah
Dalam budaya Jawa disebut dengan Tedak siten yaitu budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah. ‘Tedak’ berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar si kecil tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Bahan yang dipersiapkan adalah sebagai berikut:
1. Balai Jawe. Sebuah bangunan berupa rumah mini tanpa dinding (balai).
2. Tebu kuning secukupnya untuk dibuat tangga dan bangunan seperti atap.
3. Juadah sebanyak 6 jenis yaitu: dodol merah, dodol putih, cucor, ariadam, cengkarok, dan sesagun yang masing-masing ditaruh dalam sebuah piring.
4. Sepiring lagi berisi tanah dan sebiji telur ayam kampung.
Tebu yang telah dibuat tangga tersebut ditutup dengan kain batik 7 lapis atau sekurang-kurangnya 3 lapis.
Kue-kue yang di dalam 6 buah piring dan piring ketujuh yang berisi tanah dan telur disusun di depan “tangga” dengan urutan, dodol, dodol putih, cocor, ariadam, cengkarok, sesagun, tanah, telur ayam, dan paku keminting.
Begitu gunting rambut selesai, maka anak bayi tersebut mula-mula melewati bangunan yang dinamakan Balai Jawe (khusus untuk anak kaum bangsawan) yang disambut oleh seorang pemuda dan langsung diinjakkan ke tangga dari tebu. Sampai di puncak, lalu menurun dan diinjakkan ke piring-piring yang berisi kue-kue tersebut. Setiap putaran maka kain penutup tangga tebu dibuka. Setelah genap tujuh kali, maka telur dipecahkan dan diinjakkan ke kaki sang bayi.
Biasanya tangga tebu tersebut dilemparkan ke halaman rumah lalu jadi rebutan anak-anak dan juga orang tua yang punya anak kecil serta kakek-kakek yang punya cucu. Namun biasanya sebelum sempat dilempar ke halaman langsung diperebutkan. Perebutan tangga tebu ini menandakan bahwa cara Tinjak Tanah telah selesai.
Makna dari kegiatan Tinjak Tanah ini adalah:
1. Sang bayi turun dari rumah yang dilambangkan dengan Balai Jawe.
2. Dalam mengarungi kehidupan ada naik dan turunnya dengan perlambangan tangga tebu.
3. Dalam mengarungi kehidupan mengalami pahit manisnya kehidupan dengan perlambang juadah-juadah dalam enam buah piring.
4. Lambang paku, keminting merupakan doa bagi sang bayi agar tegar dalam mengarungi kehidupan kelak.
5. Akhirnya disadarkan kepada sang anak bahwa kita ini berasal dari tanah dan kembali ke tanah dengan perlambang memecahkan telur ayam di atas tanah pada piring terakhir.
6. Adapun rebutan tangga tebu adalah suatu perlambang bagi sang bayi, bahwa rezeki dari Allah tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus diusahakan dengan tangan, akal, dan pikiran.
Betimbang
Selanjutnya bagi anak turunan bangsawan Betimbang dengan dacing kayu yang dalam daun timbangan berisi, beras, gula merah, kelapa setampang, pisang sesisir, rempah-rempah, dan buah kundor.
Satu-satu si bayi diletakkan di daun timbangan yang berisi kain 7 lapis, sedang daun timbangan yang sebelahnya diisi dengan barang-barang tersebut di atas.
Makna dari upacara betimbang ini adalah suatu do’a ke hadirat Allah SWT agar kelak sang bayi menjadi orang yang bermanfaat bagi orang tua dan masyarakat dengan kata lain memiliki bobot.
Mandi-mandi
Setelah upacara penimbangan, maka sang bayi dimandikan secara umum sama seperti mandi 3 malam pada upacara perkawinan. Namun secara khusus terutama di desa-desa yang terletak di pinggir sungai mandi tersebut langsung dibawa ke sungai oleh seorang dukun dengan iringan gendang tar. Untuk upacara mandi ini tidak terbatas hanya kepada anak turunan bangsawan, namun rakyat biasapun melaksanakannya.
Makan Nasi Adap
Jika telah selesai acara mandi-mandi, maka sang bayi dibawa masuk dan diganti pakaian. Setelah itu didudukkan seperti pengantin kawin/sunat menghadapi nasi kuning. Kemudian secara simbolis nasi dengan kelengkapannya disuapkan kepada sang bayi. Kemudian dibacakan do’a selamat tolak bala.
Langganan:
Postingan (Atom)